MUHAMMAD NUR REZKI

Kamis, 21 September 2017

Kejang Demam

Kejang Demam
A.                Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik  lain) (1). Kejang disertai demam pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (2).
Keterangan:
1.      Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya
2.      Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam
3.      Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4.      Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam kejang neonates (3)
5.      Berdasarkan saraf anak tahun 2005, Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (1).
B.     Klasifikasi Kejang Demam
1.      Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
-          Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
-          Umumnya akan berhenti sendiri
-          Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal
-          Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2.      Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
-          Kejang lama > 15 menit
-          Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
-          Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (4).
C.                Etiologi
Terdapat 3 faktor penyebab kejang demam, yaitu
1.      Imaturitas otak dan termoregulator
2.      Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat
3.      Predisposisi genetik; >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan) (2).
D.                Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun (4).
E.                 Patofisiologi
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetic (4).
F.                 Diagnosis
1.      Anamnesis
-          Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, dan lama kejang
-          Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak paska kejang, penyebab di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran nafas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
-          Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam, dan epilepsi dalam keluarga
-          Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia) (2).
2.      Pemeriksaan Fisik
-          Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran?, suhu tubuh: apakah terdapat demam?
-          Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique, Laseque
-          Pemeriksaan nerus kranial
-          Tanda peningkatan tekanan intrakranial: Ubun-ubun besar menonjol (UUB), pupil edema
-          Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA, dll
-          Pemeriksaan neurologis: Tonus, motorik, reflek fisiologis, dan reflek patologis (2).
3.      Pemeriksaan Penunjang
-          Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi: darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses
-          Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis Pada  bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis  meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
a.       Bayi kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan dilakukan
b.      Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
c.       Bayi > 18 bulan: tidak rutin dilakukan
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal (1).
4.      Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal (2).
5.      Pencitraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a.       Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali, spasitisitas)
b.      Paresis nervus VI
c.       Papiledema (1).
G.                Diagnosis Banding
-          Meningitis
-          Ensefalitis
-          Abses Otak (4).
H.                Tatalaksana
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
-          Antipiretik
Paracetamol 10-15mg/kgbb/kali diberikan 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari
-          Anti Kejang
Diazepam oral dengan dosis 0,3mg/kgbb setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5mg/kgbb setiap 8 jam pada saat suhu tubuh > 38,5oC. terdapat efek samping berupa ataksis, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus
-          Pengobatan Jangka Panjang atau rumatan
Pengobatan jangka panjang hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut:
a.       Kejang lama >15 menit
b.      Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis, paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidosefalus
c.       Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
a.       Kejang berulang 2 kali/ lebih dalam 24 jam
b.      Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
c.       Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproate (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis) pemberian obat ini efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejan, kemudian diberikan secara bertahap selama 1-2 bulan (2).
I.                   Indikasi Rawat Inap
-          Kejang demam kompleks
-          Hiperpireksia
-          Usia dibawah 6 bulan
-          Kejang demam pertama kali
-          Terdapat kelainan neurologis (2).
J.                  Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangya kejang demam, sebagai berikut:
-          Riwayat kejang demam dalam keluarga
-          Usia kurang dari 12 bulan
-          Temperature yang rendah pada saat kejang
-          Terdapat kelainan neurologis (2).
K.                Prognosis
Prognosis kejang demam apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
1.      Kejang Demam Berulang
2.      Epilepsi
3.      Kelainan Motorik
4.      Gangguan Mental dan Belajar (4).
L.                 Edukasi Pada Orang Tua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1.      Memberikan pengertian mengenai kejang demam
2.      Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik
3.      Memberitahukan cara penanganan kejang
4.      Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
5.      Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat (3)
6.      Menyuruh orang tua untuk melakukan vaksinasi.
Edukasi pada orang tua mengenai beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kembali kejang, yaitu:
1.      Tetap tenang dan tidak panic
2.      Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3.      Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut
4.      Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang
5.      Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang
6.      Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua
7.      Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan (3).
Daftar Pustaka
1.      Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta; Badan Penerbit Ikatan Dokter Aanak Indonesia.  2006. p. 1-13.
2.      Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. 2009. p. 150-152.
3.      Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta; Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. p. 1-13.
4.      BAG/SMF ILMU KESEHATAN ANAK. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Surabaya; Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008. p. 56-58. 

Rabu, 20 September 2017

ASI Eksklusif

ASI EKSKLUSIF
1.            Latar Belakang
Kondisi Angka Kematian Neonatal, Bayi, dan Balita di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup, hampir sebanyak 70% kematian balita saat ini disebabkan oleh malnutrisi, pneumonia, campak, diare, malaria, dan lain-lain. Keadaan ini menunjukan bahwa penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian utama pada balita padahal hampir setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dari penyakit-penyakit tersebut dengan pemberian ASI eksklusif, akan tetapi kurang dari satu dari tiga bayi di bawah usia enam bulan diberi ASI eksklusif dan hanya 41 persen anak usia 6-23 bulan menerima makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang sesuai dengan praktek-praktek yang direkomendasikan tentang pengaturan waktu, frekuensi dan kualitas. Di Indonesia sendiri pemberian ASI baru mencapai 15,3 persen dan pemberian susu formula meningkat tiga kali lipat dari 10,3% menjadi 32,5% hal tersebut dikarenkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah, termasuk di dalamnya kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat, akan pentingnya ASI daripada pemberian susu formula yang dapat meningkatkan resiko terjadinya asma, alergi, serta menurunkan persentase kematian hingga 13 %.
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberiam ASI eksklusif sampai berumur 6 bulan. ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak daripada dari susu matang (matur).
2.            Defenisi ASI
Asi adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu yang berguna sebagai makanan bayinya. Sedangkan ASI eksklusif adalah perilaku dimana hanya memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan tanpa makanan minuman lain selain obat (jika sakit). Asi merupakan makanan terbaik dan telah memenuhi kebutuhan bayi usia 0 sampai 6 bulan hingga 100%. ASI mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, air, dan enzim yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga ASI dapat mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan gizi. Selain itu, ASI juga mengandung semua jenis asam lemak yang penting bagi pertumbuhan otak, mata dan pembuluh darah yang sehat, zat besi yang dapat mencegah bayi dari anemia, kolostrum yang kaya antibodi.
ASI dapat dibagi menurut stadium laktasi:
a.      Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari  kelenjar payudara dan disekresi dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Cairan yang keluar kental berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning dikuning dibandingkan dengan susu yang matur. Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus bayi yang baru lahir serta untuk mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Kolostrum mengandung protein lebih banyak dibandingkan ASI yang matur, khusunya protein yang utama adalah globulin (gamma globulin). Selain itu kolostrum mengandung antibodi, natrium, kalium, klorida, vitamin larut lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan ASI yang matur. Kolostrum bila dipanaskan akan  menggumpal sedangkan ASI matur. Di dalam kolostrum terkandung pula tripsin inhibitor yang menghambat hidrolisis protein dalam usus bayi sehingga akan menambah kadar antibodi pada bayi. Volume kolostrum berkisar antara 150-300 ml/24 jam.
b.      Air susu peralihan
ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur. ASI peralihan disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi. Kadar protein akan menurun sedangkan kadar karbohidrat dan lemak akan meningkat. Volume juga akan makin meningkat.
c.       Air susu matur
Air susu matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya dengan komposisi yang relatif konstan. ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. ASI berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin dan karoten yang terdapat didalamnya. ASI tidak akan menggumpal jika dipanaskan.
3.            Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI (prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin)
a.            Produksi ASI (Prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon esterogen, progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin berfungsi  untuk produksi ASI.
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.
1.      Refleks ProlaktinAkhir kehamilan hormon  prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2 – 3, sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu.
2.      Refleks Aliran (Let Down Reflek), Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan let down, yaitu melihat bayi, mendengarkan suarabayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas.
b.            Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.
Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis.

4.            Manfaat ASI
Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.
a.         Aspek Gizi
-             Manfaat kolostrum
1.   Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare
2.   Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi
3.   Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
4.   Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.
-             Komposisi ASI
1.   ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut
2.   ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak
3.   Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung Whei lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap, sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whei : Casein adalah 20 : 80 sehingga tidak mudah diserap
-             Komposisi Taurin, DHA, dan AA pada ASI
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi        sebagai neurotransmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).
b.         Aspek imunologik
-       ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi
-       Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup    tinggi.Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan
-       Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat  zat besi di saluran pencernaan
-       Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan  virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi
-       Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi  saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu
-       Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan    bakteri lactobacillus bifidus.Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna    untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan
-       Faktor Kekebalan Spesifik
Sistem Komplemen
Merupakan sistem yang terdiri atas komponen yang akan diaktifkan oleh kompleks antigen dan antibodinya. Sistem komplemen ini akan dibantu oleh Ig A yang akan mengaktifkan sistem komplemen melalui jalan samping oleh endotoksin kuman.
Khasiat seluler
Sel yang terkandung berupa makrofag (sampai 90%), limfosit (1-15%), dan sedikit leukosit polimorfonuklear. Makrofag akan bergerak bebas dan fagositik terhadap kuman staphylococcus, E.Coli, dan Candida albicans. Limfosit seperti sel-T dan sel-B dalam darah, namun sel-T dalam asi mempunyai peranan terhadap antigen seperti E.Coli, tuberkulosis yang sangat besar, sedangkan tetanus rendah.
Immuno-globulin
Ada berbagai immunoglobulin yang berhasil ditemukan dalam ASI, seperti IgA sekretori untuk E.Coli, 6 grup Salmonella, 2 grup salmonella, dan sebagainya, IgM dan IgG, serta IgD.

c.          Aspek Psikologik
-       Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi
-       Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut
-       Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact)
d.         Aspek Kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
e.          Aspek Neurologis
Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.
f.          Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan.
g.         Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).
5.            Produksi ASI
Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Pada kondisi normal, hari pertama dan kedua sejak bayi lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100ml sehari jumlahnya akan meningkat hingga 500ml pada minggu kedua. Produksi ASI semakin efektif dan meningkat pada 10-14 hari setelah melahirkan dan berlangsung hingga beberapa bulan kedepan. Bayi yang sehat mengkonsumsi ASI sebanyak 700-800ml/hari. Setelah memasuki masa 6 bulan, volume pengeluaran air susu mulai menurun, sehingga sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI dan harus mendapatkan makanan tambahan.
6.            Faktor yang Mempengaruhi ASI
a.      Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan.
b.      Kondisi Psikologis Ibu
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh kondisi psikis dari ibu. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
c.       Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar.
7.            Pola Menyusui
a.      Menyusui Eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih selain menyusui (kecuali obat-obatan, vitamin, mineral tetes, dan ASI perah juga diperbolehkan)
b.      Menyusui Predominan adalah menyusui tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air
c.       Menyusui Parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu formul, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur 6 bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal,
8.            Cara Menyusui serta Posisi dan Perlekatan Menyusui Bayi yang Benar
Cara Menyusui yang Benar
-          Susui bayi sesering mungkin, paling sedikit 8 kali sehari
-          Bila bayi tidur lebih dari 3 jam, bangunkan kemudian susui
-          Susui sampai payudara terasa kosong lalu pindah ke payudara sisi yang lain
-          Bila bayu sudah kenyang, tapi payudara masih terasa penuh/kencang perlu dikosongkan dengan diperah untuk disimpan. Hal ini agar payudara tetap memproduksi ASI yang cukup
Posisi dan Perlekatan Menyusui Bayi yang Benar
-          Pastikan posisi ibu ada dalam posisi yang nyaman
-          Kepala dan badan bayi berada dalam garis lurus
-          Wajah bayi menghadap payudara, hidung berhadapan dengan putting
-          Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya
-          Jika bayi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh badan bayi
-          Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi
-          Mulut terbuka lebar
-          Bibir bawah melengkung keluar
-          Dagu menyentuh payudara ibu

9.            Tanda Bayi Menghisap dengan Efektif
-          Menghisap secara mendalam dan teratur
-          Kadang diselingi istirahat
-          Hanya terdengar suara menelan
-          Tidak terdengar suara mengecap
10.        Tanda Bayi Selesai Menyusu
-          Bayi melepas payudara secara spontan
-          Bayi tampak tenang dan mengantuk
-          Bayi tampak tidak berminat lagi pada ASI
11.        Tanda Bayi Mendapat ASI Cukup
-          Buang air kecil bayi sebanyak 6 kali sehari
-          Buang air besar bayi berwarna kekuningan
-          Bayi tampak puas setelah minum ASI
-          Tidak ada aturan ketat mengenai frekuensi bayi menyusu (biasanya sebanyak 10-12 kali/24 jam)
-          Payudara terasa lembut dan kosong setelah menyusui
-          Berat badan bayi bertambah
12.        Anjuran untuk Meningkatkan Produksi ASI
-          Menyusui dengan cara-cara yang benar
-          Menyusui bayi setiap 2 jam
-          Bayi menyusui dengan posisi menempel secera baik dan terdapat suara menelan aktif
-          Menyusui di tempat yang tenang dan nyaman
-          Minum setiap kali menyusui
-          Tidur bersebelahan dengan bayi
13.        Penyimpanan ASI Perah (ASIP)
Tempat Penyimpanan
Suhu
Lama Penyimpanan
Dalam ruangan (ASIP segar)
19oC s.d 26oC
6-8 jam ruang ber AC dan 4 jam ruang non AC
Dalam ruangan (ASIP beku) 4 jam yang sudah dicairkan

4 jam
Kulkas
<4oC
2-3 hari
Freezer pada lemari es 1 pintu
-18oC s.d 0oC
2 minggu
Freezer pada lemari es 2 pintu
-20oC s.d -18oC
3-4 bulan

14.        Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Pemberian ASI
a.      Faktor Internal
-    Pengetahuan Orang Tua
Rendahnya pengetahuan orang tua mengenai pentingnya ASI menyebabkan banyak memberikan MPASI < 6 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan kalau anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Meski tidak ada relevansinya banyak yang beranggapan ini benar. Kadang anak yang menangis terus menerus dianggap sebagai anak yang tidak kenyang. Padahal menangis bukan semata-mata tanda anak yang kelaparan. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan orang tua masih sangat rendah.
-    Pekerjaan Ibu
Beberapa wanita karier mempunyai kecemasan yaitu bahwa memberikan air susu kepada bayi selama 4 sampai 6 bulan akan mempengaruhi kegagalan profesi dan kemasyarakatan mereka dan mungkin akan merusak prospek peningkatan karier. Ini semua merupakan masalah besar yang telah berkembang pada kebudayaan dan masalah ini sangat nyata bagi para wanita yang menghadapinya.
-    Penyakit yang Diderita Ibu
Pilihan untuk menyusui tidak terbuka untuk setiap ibu. Beberapa ibu tidak bisa atau tidak boleh menyusui bayi mereka. Beberapa faktor yang paling sering bisa mencegah atau menghalangi seorang ibu dari menyusui termasuk: Penyakit serius seperti gagal jantung atau gagal ginjal, atau anemia yang parah atau kekurangan berat badan yang ekstrem meskipun beberapa ibu bisa mengatasi masalah ini dan menyusui bayinya. Infeksi yang serius, misalnya tuberculosis (TBC) aktif yang tidak dirawat (setelah dirawat selama dua minggu, ibu boleh menyusui); untuk sementara waktu, payudara bisa dipompa dan air susunya dibuang agar cadangan air susu sudah ada ketika tindakan menyusui dimulai.
b.      Faktor Eksternal
-    Promosi Susu Formula
Adanya promosi susu formula juga bisa menjadi kemungkinan gagalnya pemberian ASI walaupun mindset awal sebenarnya ASI. Promosi bisa berasal dari petugas kesehatan misalnya pada saat pulang dibekali susu formula, ataupun dari iklan di beberapa media baik cetak maupun elektronik
-    Penolong Persalinan
Sikap penaggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit yang berlangsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya dapat menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI.
15.        Edukasi Pada Orang Tua
-    Memberikan informasi bahwa ASI eksklusif diberikan hingga umur 6 bulan dan jika memungkinkan diteruskan dengan pemberian ASI tambahan hingga berumur 2 tahun
-    Kekerapan dan lama menyusui dengan ASI tidak dibatasi
-    Hindari penggunaan dot bayi
-    Mengedukasi cari pemberian ASI yang dipompa dengan menggunakan cangkir atau selang nasogastrik bila bayi tidak mampu mnyusui atau jika tidak bis bersama bayi sepanjang waktu
-    Mengeduskasi cara perawatan payudara dan pentingnya higienitas
DAFTAR PUSTAKA
1.      Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. p. 1. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf.
2.      Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Mari Dukung Menyusui dan Bekerja. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ASI.pdf.
3.      Wattimena Inge, Yesiana Dwi W. Werdani. Manajemen Laktasi dan Kesejahteraan Ibu Menyusui. Surabaya: Jurnal Psikologi volume 42, no. 3 Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. 2015. p. 231 – 242.
4.      Bahiyatun. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC; 2009. p. 10-34.
5.      Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013. p. 58-60. Diakses dari http://www.searo.who.int/indonesia/documents/976-602-235-265-5-buku-saku-pelayanan-kesehatan-ibu.pdf?ua=1.
6.      Kementerian Kesehatan RI. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. 2016. p. 14-16. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/MASTER%20BUKU%20KIA%20REVISI%20TH%202016%20(18%20MAR%2016).pdf
7.      Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: 2009; Salemba Medika. p.11-18.
8.   Prasetyono. Buku Pintar ASI Eksklusif, Pengenalan, Praktik Dan Kemanfaatannya. Yogyakarta: 2009; Penerbit Diva Press.