MUHAMMAD NUR REZKI

Sabtu, 19 April 2014

PBL SISTEM RESPIRASI



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.    Skenario
Carol, 20 tahun adalah mahasiswa yang akitf dalam olahraga. Carol berlatih rutin dalam bola basket. Beberapa kali Carol ikut dalam kejuaraan antar perguruan tinggi. Bila berlatih sangat berat, Carol dapat mengalami sesak, meskipun hal ini jarang terjadi pada Carol saat ini. Sejak kecil Carol menderita asma. Seiring usia, penyakit asma pada Carol semakin jarang terjadi. Hal ini dialami sejak Carol aktif berolahraga. Carol selalu menjalani pemeriksaan faal paru sebelum pertandingan bola basket. Hasil pemeriksaan hingga saat ini menunjukkan normal.
1.2.    Kata Kunci
·         Mahasiswa                             
·         20 tahun
·         Aktif olahraga
·         Sesak nafas
·         Asma berangsur hilang
·         Pemeriksaan faal paru normal
1.3.    Rumusan Masalah
·         Bagaimana anatomi sistem respirasi (traktus respiratorius)?
·         Bagaimana histologi sistem respirasi (traktus repiratorius)?
·         Apa pengertian dari volume paru, kapasitas paru, ruang rugi (dead space)?
·         Bagaimana mekanisme ventilasi dan difusi gas O2 dan CO2?
·         Bagaimana pengaruh olahraga pada sistem respirasi?
·         Apa pengertian asidosis respiratorik, alkolisis respiratorik, asidosis  metabolik, alkolisis metabolik?
·         Bagaimana mekanisme kompensasi asidosis respiratorik, alkolisis respiratorik, asidosis  metabolik, alkolisis metabolik?
·         Bagaimana perbedaan orang normal dengan orang yang mengalami kelainan pada sistem respirasi dari segi anatomi, fisiologi, dan histologi?
·         Bagaimana cara pemeriksaan faal paru?
1.4.    Hipotesis
Asma Carol berkurang karena bertambahnya usia dan aktif berolahraga.
BAB 2. PEMBAHASAN
 Sistem respirasi berfungsi mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh untuk dan mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh ke atmosfer (Sloane, 2003: 266).
2.1.    Anatomi Sistem Respirasi

A.    Hidung atau Nasal
Hidung merupakan saluran udara yang pertama berfungsi sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung, menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa, dan membunuh kuman-kuman yang masuk bersama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung. Hidung  mempunyai dua lubang (cavum nasi) dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalam terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam lubang hidung. Bagian luar dinding terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri dari 3 tulang hidung atau turbinate bone yaitu konka nasalis superior, konka nasalis medius, dan konka nasalis inferior.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas. Bagian atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis (sinus maxillaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus sphenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus ethmoidalis, keluar ujung-ujung saraf Nn. Olfactorii yang menuju ke konka nasalis. Konka nasalis terdapat sel-sel penciuman terutama di bagian atas.
Di sebalah belakang konka bagian kiri-kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh darah yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva (Eustachii) yang menghubungka telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis.
B.     Pharynx
Pharynx terbagi atas nasopharynx, oropharynx, dan larynopharynx. Nasopharynx merupakan ruangan yang ada di belakang hidung dan mulut, oropharynx ada di bawah nasopharynx dan di belakang cavum oris, sedangkan larynopharynx merupakan bagian terbawah dari pharynx antara oropharynx di sebelah superior dan oesophagus di sebelah inferior.
C.     Larynx
Larynx merupakan bentuk pipa silindris dari pharynx dan pada superior trachea terdapat A. Carotis communis, Mm. Sternocleidomastoideus, V. Jugularis, dan N. Vagus berada di bagian sinistra dan dextranya. Larynx memiliki fungsi untuk jalan udara ke paru dan sebaliknya, untuk mengeluarkan serta menghambat masuknya benda asing ke trachea. Pada bagian inferior larynx terdapat lipatan pada bagian terbawah serta arpeturanya larynx disebut plica ventrikularis, sedangkan di bawahnya terdapat plica vocalis yang akan bergetar membentuk suara jika dilalui udara.
D.    Trachea
Trachea merupakan cincin yang selalu terbuka dengan cincin tulang rawan hyalin berbentuk C dengan panjang sekitar 12-14 cm dan diameter 2-3 cm. Trachea akan selalu terbuka karena adanya cincin-cincin tulang rawan sehingga tidak dapat mengalami collaps. Trachea berjalan ke cavum posterior thorax dari aorta dan terdapat percabangan (bifurcatio) ke bagian kiri dan kanan kanansebagai bronchus primarius sinistra dan dextra. Tepat pada bifurcatio bronchus terdapat tonjolan berbentuk setengah ligkaran yang disebut carina. Diantara cincin-cincin cartilago terdapat otot trachea dan jaringan ikat yang mempertahankannya agar dapat tetap terbuka. Glandula thyroid tampak menutupi sebagian anterior dan lateral trachea.
E.     Bronchus
Bronchus primarius dextra lebih pendek dibandingkan bronchus primarius sisnistra, tetapi sudut yang dibentuk lebih lebar daripada sinistra. Akibatnya bila ada corpus alienum (benda asing) yang masuk maka akan lebih mudah memasuki bronchus primarius dextra. Dinding bronchus primarius sama dengan trachea namun di dalam paru cincin cartilago tersebut akan membentuk O yang lebih kecil. Bronchus akan menjadi semakin kecil hingga terbentuk bronchiolus dengan diameter 1 mm.
F.      Bonchiolus
Bronchiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
·         Bronchiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai kelenjar lendir dan silia).
·         Bronchiolus Respiratorius
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
·         Ductus Alveolaris dan Saccus Alveolaris
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian menjadi alveoli.
G.    Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
Terdiri atas 3 tipe, yaitu sel-sel alveolar tipe I : sel epitel yang membentuk dinding alveolus, sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan (suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps), dan sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.
H.    Pulmo
Pulmo terletak di dalam didalam cavum thorax yang dibentuk oleh vertebra thracalis, costa, dan manubrium sterni. Diapraghma berada sebagai batas bawah dan sebagai batas antara cavum thorax dan cavum abdominalis. Mediastinum terletak dibagian medial berisi jantung, aorta, vena cava, truncus pulmonaris, jaringan ikat dan jaringan lymph. Mediastinum terbagi atas mediastinum superior berisi trachea, oesophagus, pembuluh darah aorta, truncus pulmonaris, N. Vagus, N. Phrenicus, dan jaringan ikat sedangkan mediastinum inferior terbagi atas anterior berisi jaringan ikat, lemak dam arteria.
 Mediastinum medius berisi jantung dan pericardium. Mediastinum posterior berisi oesophagus, N. Vagus. Aorta thorachalis dan pembuluh anteries dan vena cava. Di cavum thorax terdapat dua pulmo kiri dan kanan, sifatnya spongious terletak di dalam cavum thorax. Pulmo memiliki bagian apex dan basis, bagian costal, diaphragm, dan hilus tempat keluar masuknya pembuluh darah yang memberikan nutrisi kepada paru. Di paru kanan dapat ditemukan fissura oblique dan fissura horizontalis yang membedakan paru kanan menjadi lobus superior medius dan inferior sedangkan pada bagian kiri hanya ditemukan fissura oblique sehingga hanya terdapat 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Paru terbungkus dalam jaringan epithel yang disebut pleura yang menempel pada paru disebut pleura viceralis dan yang menempel pada dinding thorax disebut pleura parietalis. Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat cairan serous untuk mempermudah gesekan paru. Selain dilapisi oleh pleura pulmo juga diindungi oleh thorax.
Paru diinervasi oleh saraf parasimpatis dan saraf simpatis. Otot polos saluran pernafasan diinervasi oleh nervus vagus aferen dan nervus vagus eferen (kolinergik posganglionik). Pleura parietalis diinervasi oleh nervus intercostalis dan nervus phrenicus, sedangkan bagian pleura visceralis tidak diinervasi oleh saraf apapun (Djojodibroto, 2009: 21).
2.2.    Histologi Respirasi
Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Bagian konduksi (penyalur) terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakhea, dan bronkiolus terminalis. Bagian konduksi berfungsi menyaring, membasuh, melembabkan dan menghangatkan udara.
2.      Bagian Respirasi yang terdiri dari bronkiolus respiratorik sampai alveoli. Berfungsi untuk pertukaran gas.
A.    Rongga Hidung (Cavum Nasi)
Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi. Cavum nasi dibagi menjadi vestibulum nasi/regio vestibularis yang memiliki vibrissae/rambut halus untuk menyaring udara dan bagian respiratorik. Bagian respiratorik dari cavum nasi dibagi lagi menjadi regio respiratoria yang dilapisi mukosa respiratoria  dan regio olfaktoria yang dilapisi mukosa olfaktoria. Kedua regio ini memiliki perbedaan sebagai berikut:
1.      Regio respiratorik terdapat pada konka nasalis media-inferior,dilapisi oleh epitel berderet silindris tipis dengan kinosilia dan sel goblet, membran basal jelas, jaringan ikat kendor berisi sinus venosus, dan ada Schnederian membarane yaitu lamina propia menyatu dengan periost (muko-periosteum) atau perikondrium (muko-perikondrium). 
2.    Regio olfatorik lokasinya di atap cavum nasi, konka nasalis superior dan septum nasi 1/3 atas, dilapisi oleh epitel berderet silindris tebal tanpa kinosilia dan sel goblet, tapi punya sel pembau, sel basal, dan sel penyangga. Membran basal tidak jelas. Jaringan ikat kendor berisi sinus venosus dan kelenjar serous murni (kelenjar bowman) dan ada schnederian membran serta berkas-berkas saraf (fila olfactoria).                                                                             
B.     Farynx
Farynx adalah jalan udara dan makanan terdiri dari nasofarynx, orofarynx dan larynxofaring.
C.     Larynx
Larynx merupakan penghubung antara farynx dan trachea. Memiliki struktur khusus yaitu plika ventrikularis (epitel berderet silindris, tidak memiliki muskulus vokalis dan memiliki kelenjar di mukosanya) dan plika vokalis (epitel berlapis pipih, punya muskulus vokalis, ligamentum vokalis dan bisa menghasilkan suara) serta epiglotis yang dapat membuka dan menutup agar makanan dan udara tidak bercampur.
D.    Trachea
Trachea memilki dinding yang diperkuat tulang rawan hialin. Dihubungkan oleh muskulus trakealis. Punya lapisan epitel dan lamina propia. Adapula tunika mukosa, submukosa, tulang rawan hialin dan tunia adventitia.
E.     Bronchus
Bronchus memiliki cabang-cabang yaitu bronchus primer, bronchus besar, bronchus interlobaris, bronchus intralobaris, bronchiolus terminalis dan bronchiolus respiratorius. Bronchus dan cabang-cabang ini terdiri dari tunika mukosa, tunika submukosa, tulang rawan hialin, dan tunika adventitia kecuali bronkiolus terminalis dan respiratorius yang tidak memiliki tulang rawan hyalin.
F.      Pulmo
Alveoli punya sabut retikuler, sabut elastis dan dilapisi oleh septum interalveolare/epitel selapis pipih). Septum interalveolare memiliki tipe-tipe sel yaitu tipe I ( penutup pada permukaan alveoli, sel pipih dengan inti pipih dan sitoplasma sedikit) dan sel tipe II (bentuk kuboid, dipojok dinding alveoli, inti vaskuler, sitoplasma banyak dan bervakuola, serta mengandung sitosom yang menghasilkan surfaktan yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan anti kolaps serta memudahkan pengembungan alveoli. Ada sel tambahan berupa makrofag alveolar, fibroblast da sel-sel darah (Amindariati, 2013: 109-117).
2.3.    Volume Paru, Kapasitas Paru, dan Ruang Rugi (Dead Space)
Volume paru dibedakan jadi dua berdasarkan cara pengukurannya, yaitu volume paru statis dan volume paru dinamis. Volume paru statis dibedakan lagi menjadi 4 macam volume :
1.      Volume Tidal (VT): volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi setiap kali kita bernapas secara normal. Besarnya kira–kira 500 ml.
2.      Volume Cadangan Inspirasi (IRV): volume udara maksimal yang masih bisa kita hirup setelah melakukan inspirasi secara normal/di atas volume tidal. Besarnya kira–kira 3000 ml.
3.      Volume Cadangan Ekspirasi (ERV): volume udara maksimal yang masih bisa kita ekspirasikan setelah melakukan ekspirasi secara normal/dibwah volume tidal. Besarnya kira–kira 1100 ml.
4.      Volume Residu (RV): volume udara yang masih tetap berada di dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Besarnya kira–kira 1200 ml.
Volume paru dinamis adalah volume paru yang pengukurannya dilakukan dengan paksaan. Volume ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.      Force Vital Capacity (FVC): kapasitas udara di dalam paru yang dapat diekspirasikan secara paksa setelah inspirasi maksimal. Force Vital Capacity ini biasanya digunakan untuk mengetahui apakah ada gangguan nafas restriksi di dalam alat pernafasan seperti Pneumothorax. Nilai FVC normal biasanya ≥80 % FVC standar. 
2.      Force Expiratory Capacity (FEV): kapasitas udara di dalam paru yang dapat diekspirasikan secara paksa setelah inspirasi maksimal setiap detiknya. Sehingga penjumlahan dari FEV tiap detiknya dalam suatu rentang waktu dapat disebut sebagai FVC. Nilai FEV sendiri yang penting dan sering digunakan adalah FEV 1 (detik pertama). Sehingga bila nilai FEV1 lebih rendah dari 80%, maka orang tersebut mengalami gangguan nafas obstruktif di dalam alat pernafasannya, seperti emfisema/ ashtma.
Kapasitas Paru adalah suatu kombinasi dari volume–volume paru dan berfungsi untuk menguraikan peristiwa–peristiwa dalam siklus paru. Kapasitas paru juga dibedakan menjadi 4 macam kapasitas :
1.      Kapasitas Total Paru (TLC): penjumlahan volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi dan volume residu. Sehingga kapasitas ini sama dengan volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin. Besarnya kira–kira 5800 ml.
2.      Kapasitas Inspirasi (IC): penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi. Sehingga kapasitas ini sama dengan volume maksimal yang dapat dihirup seseorang. Besarnya kira–kira 3500 ml.
3.      Kapasitas Vital Paru (VC): penjumlahan volume cadangan inspirasi, volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Sehingga merupakan volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh paru–paru setelah melakukan inspirasi maksimal. Besarnya kira–kira 4600 ml.
4.      Kapasitas Residu Fungsional (FRC): penjumlahan volume residu dengan volume cadangan ekspirasi. Sehingga kapasitas ini adalah volume udara total di dalam paru setelah ekspirasi normal. Besarnya kira–kira 2300 ml.
Ruang rugi (dead space) adalah ruangan di dalam saluran nafas yang tidak berfungsi sebagai tempat difusi gas. Sehingga udara yang berada di dalam ruangan ini hanya berfungsi untuk mengisi saluran nafas. Ruang rugi ini meliputi daerah tanpa alat pertukaran/difusi gas yaitu alveous. Pada umumnya volume ruang rugi hanya sebesar 150 ml. Ruang rugi dibedakan menjadi 2, yaitu Ruang rugi anatomis dan fisiologis. Ruang rugi anatomis berawal dari hidung hingga brochiolus terminalis sedangkan Ruang rugi fisiologis meliputi ruang rugi anatomis dan alveolus yang tidak berfungsi secara normal. (Guyton & Hall, 2007: 499-503).
2.4.    Mekanisme Ventilasi dan Difusi gas O2 dan CO2
Ventilasi adalah proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli terjadi karena perubahan tekanan antara intrapulmonal dan atmosfer. Ventilasi dibagi menjadi 2, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi volume pulmo akan meningkat sehingga tekanan intrapulmonal diafragma lebih rendah dari pada atmosfer, maka udara akan masuk ke dalam tubuh. Sebaliknya, saat ekpirasi volume pulmo akan menurun sehingga udara akan terhembus keluar. Pada pernafasan normal, inspirasi hampir sempurna dapat dicapai oleh kontraksi diafragma saja dengan cara meningkatkan volume/penurunan  tekanan intra pulmonal. Ekspirasi hampir sempurna pun dapat dicapai dengan relksasi diafragma saja. Pada pernafasan kuat, inspirasi dibantu oleh M. Intercostalis eksterna, M. Serratus anterior, M. Sternochleidomasoideus, M. Pectoralis Manyor, M. Pectoralis Minor dan M. Scalanes yang mengelevasi costa sehingga memperbesar volume thoraks dan secara bersamaan volume pulmo ikut meningkat (tekanan intra pulmo berkurang). Ekspirasi juga dibantu oleh kontraksi M. Abdominalis dan M. Intercostalis interna yang mengkomperasi pulmo (menurunkan tekanan pulmo) (Guyton & Hall, 2007: 495-496).
Difusi merupakan proses petrukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru dan terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengen ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Proses pertukaran ini terjadi karena perbedaan tekanan parsial O2 dan CO2 antara alveoli dan kapiler baru. Saat difusi, terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2 secara simultan. Pada waktu inspirasi, oksigen akan masuk ke dalam kapiler pulmo dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepas kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. PO2 (tekanan parsial oksigen) pada alveoli sebesar 104 mmHg dan jauh lebih besar dari PO2 pada kapiler ini. Hal ini disebabkan oleh O2 banyak dikeluarkan ke jaringan perifer. Perbedaan tekanan parsial ini menyebabkan O2 berdifusi ke dalam kapiler dan <3% larut dalam plasma darah dan sisanya terikat dengan Hb menjadi HbO2. Kemudian sampai pada jaringan yang membutuhkan O2, Hb melepas O2 sehingga dapat dipakai dalam metabolisme karena PO2 di jaringan selalu lebih kecil daripada PO2 di pembuluh arteri. CO2 yang dihasilkan setelah metabolisme akan kembali masuk ke dalam pembuluh darah karena PCO2 intrasel (46 mmHg) lebih besar dari pada PCO2 di pembuluh darah (45 mmHg). Perbedaan tekanan yang kecil ini dapat ditutup dengan kemampuan difusi CO2 yang 20 kali lebih cepat dari pada kemampuan O2. Sebanyak 7% CO2 telarut dalam plasma, 23% CO2 akan langsung berikatan dengan Hb, dan sisanya (70%) akan berikatan dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3) dibantu oleh enzim karbonik anhidrase akan pecah menjadi H+ dan HCO3-. H+ akan berikatan dengan Hb dan HCO3- keluar ke plasma dan digantikan oleh Cl- yang masuk ke sel darah merah. Sampai di kapiler alveoli, reaksi berkebalikan terjadi sehingga CO2 dapat didifusikan balik ke alveoli karena PCO2 kapiler (46 mmHg) lebih besar dari PCO2 alveoli (40 mmHg) sehingga dikeluarkan ke atmosfer (Guyton & Hall, 2007: 527-529).
2.5.    Sistem Respirasi saat Berolahraga
Saat olahraga, darah di vena mengalami penurunan PO2 karena lebih banyak oksigen yang dipakai oleh jaringan dan peningkatan PCO2 akibat kadar CO2 yang meningkat di dalam jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan O2 dan menurunkan kadar CO2 di dalam darah, tubuh akan meningkatkan frekuensi dan volume inspirasi O2, dan peningkatan ekspirasi CO2. Pada olahraga ringan sampai sedang, ventilasi alveolar PO2, PCO2, dan pH arterial bertahan sampai nilai yang mendekati normal. Olahraga berat akan meningkatkan metabolisme anaerobik sehingga meningkatkan produksi asam laktat yang mengakibatkan pH arterial menurun. Hal ini akan memberikan stimulus ekstra terhadap pernafasan melalui kemoreseptor yang berhubungan dengan ventilasi dan konsumsi O2 (Ward, 2008: 39). 
2.6.    Asidosis dan Alkalosis
Asidemia didefinisikan sebagai kondisi keasaman darah ditandai dengan pH darah <7,35. Proses fisiolgis yang menyebabkan asidemia disebut asidosis. Asidosis dibagi menjadi 2, yaitu asidosis respiratori dan asidosis metabolik. Asidosis respiratori adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan CO2 dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Mekanisme kompensasinya melakukan hiperventilasi dan eksresi CO2 dan ginjal meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat yang mengembalikan pH ke normal. Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Mekanisme kompensasinya dengan meningkatkan ventilasi alveolar yang menurunkan PaCO2 dan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat pada ginjal.
Alkalemia didefinisikan sebagai kondosi alkalin darah yang ditandai pH >7,45. Proses fisiologis penyebab alkalemia disebut alkalosis. Alkalosis dibagi menjadi 2, yaitu alkalosis respiratori dan alkalosis metabolik. Alkalosis respiratori adalah suatu keadaan dimana pH darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar CO2 dalam darah menjadi rendah. Mekanisme kompensasinya terjadi hipoventilasi alveolar dengan menahan CO2 dan ginjal menahan H+ dan mengeluarkan bikarbonat sehingga pH darah kembali normal. Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Mekanisme kompensasinya hipoventilasi alveolar dengan meningkatkan PaCO2 meningkatkan retensi H+ serta mengeluarkan bikarbonat sehingga pH kembali normal (Tambayong, 2000: 41-46).
2.7.    Perbedaan Orang Normal dengan Orang yang Mengalami Kelainan Pada Sistem       Respirasi
Pada orang yang mengalami kelainan pada sistem respirasi, seseorang menjadi sangat dispnea akibat pembentukan CO2 yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, untuk mencapai gas O2 dan CO2 dalam batas normal orang tersebut harus bernafas dengan kuat. Aktivitas otot-otot pernafasan yang kuat sering kali memberi sensasi dispnea pada orang tersebut. Fungsi pernafasan orang tersebut mungkin sudah normal kembali, tapi masih mengalami dispnea karena perasaannya masih abnormal, ini yang disebut dispnea neurogenik/dispnea emosional. Dispnea/ sesak nafas juga ditimbulkan oleh kolaps paru: bronkus dan bronkiolus tersumbat lalu alveolus dibelakangnya diabsorbsi yang menyebabkan kolaps, emfisema: adanya udara berlebih dalam paru dan pneumotoraks: udara masuk kedalam pleura akibat robekan /lubang.

Orang yang Normal
Orang yang Dispnea
Volume Tidal
500 ml
250 ml
Frekuensi
12
30
Ket: Volume Tidal: volume udara yang diinspirasi/ diekspirasi tiap kali bernafas normal dan Frekuensi: jumlah setiap kali bernafas dalam 1 menit.

2.8.    Pemeriksaan Faal Paru
Bagi orang yang menderita gangguan pada sistem respirasi maka pemeriksaan rutin sangatah penting karena melalui pemeriksaan ini kondisi sistem respirasi secara umum dapat diketahui sehingga gangguan tersebut dapat segera diobati. Salah satu pemeriksaan faal pada sistem respirasi adalah dengan menggunakan spirometri. Spirometri merupakan alat sederhana yang digunakan untuk mengukur volume udara dalam paru.  Pada pemeriksaan ini, penderita bernafas ke sebuah mouthpiece yg terhubung dengan spirometer. Hasil dari pemeriksaan spirometri ini disebut spirogram (Guyton & Hall, 2007: 499-503). Hal-hal yang perlu disiapkan sebelum melakukan pemeriksaan antara lain alat, teknisi dan subjek. Seorang teknisi perlu memenuhi kriteria yang diperlukan seperti: terlatih, mengerti tujuan diadakan pemeriksaan ini dan dapat menilai hasil, sedangkan untuk menjadi seorang subjek pemeriksaan perlu mengerti tujuan pemeriksaan spirometri, bebas rokok minimal 2 jam, tidak boleh makan terlalu kenyang,  dan berpakaian tidak ketat.
Indikasi diadakannya pemeriksaan ini adalah setiap keluhan sesak, penderita asma stabil, penderita PPOK stabil, evaluasi penderita asma tiap tahun dan penderita PPOK tiap 6 bulan, penderita yang akan dianestesi umum, pemeriksaan berkala pekerja yang terpajan zat dan pemeriksaan berkala pada perokok dan menilai status faal paru. Pemeriksaan VEP 1 menggunakan spirometri terlebih dulu diajarkan cara meniup yang benar dengan alat tersebut. Sedangkan cara pengukuran VEP1 sebagai berikut: 1. Dilakukan dengan cara duduk alat dipegang tangan sebelah kanan, 2. Pasang penjepit hidung, 3. Penderita disuruh menarik nafas sedalam mungkin namun tidak dipaksa kemudian mouthpiece diletakkan ke dalam mulut dengan gigi mengelilingi sekitarnya, 4. ditiup sekuat dan sekeras mungkin sekuat tenaga dan mengeluarkan udara yang berasal dari paru-paru penderita, 5. Pemeriksaan dilakukan 3 kali dan diambil hasil yang reproducible (Guyton & Hall, 2007: 552).
BAB 3. KESIMPULAN
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari hidung atau nasal, farinx, larinx, trachea, bronchus, bronchiulus, bronchiolus terminalis, bronchios respiratorius, ductus alveolaris dan saccus alveoaris dan pulmo yang memili ciri khas tersendiri.
Volume paru dibagi dua, yaitu volume paru statis dan volume paru dinamis. Kapasitas Paru adalah suatu kombinasi dari volume–volume paru dan berfungsi untuk menguraikan peristiwa–peristiwa dalam siklus paru. Ruang rugi (dead space) adalah ruangan di dalam saluran nafas yang tidak berfungsi sebagai tempat difusi gas.
Sesak nafas akan berangsur-angsur hilang bila penderita melakukan olahraga secara rutin. Tubuh yang sedang berolahraga akan membutuhkan O2 lebih banyak, untuk itu sistem respirasi akan mempercepat / memperkuat sistem ventilasi dan melatih saluran pernapasan untuk terbiasa menyediakan O2 yang banyak bagi tubuh serta memperlebar saluran nafas. Umur seseorang juga berperan penting dalam kematangan sistem respirasi untuk berfungsi sebagaimana mestinya.  Bagi orang yang menderita gangguan pada sistem respirasi maka pemeriksaan rutin sangatah penting karena melalui pemeriksaan ini gangguan sistem respirasi dapat langsung diobati.