Kejang Demam
A.
Definisi
Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium (tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan
elektrolit atau metabolik lain) (1).
Kejang disertai demam pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam (2).
Keterangan:
1.
Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh,
bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya
2.
Bila ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam
3.
Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat
mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
National Institute of Health (1980)
menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978),
serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4.
Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam kejang neonates (3)
5.
Berdasarkan saraf anak tahun 2005, Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam (1).
B. Klasifikasi
Kejang Demam
1. Kejang
demam sederhana (Simple febrile seizure)
-
Kejang demam yang berlangsung singkat,
kurang dari 15 menit
-
Umumnya akan berhenti sendiri
-
Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal
-
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang
demam kompleks (Complex febrile seizure)
-
Kejang lama > 15 menit
-
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial
-
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam (4).
C.
Etiologi
Terdapat
3 faktor penyebab kejang demam, yaitu
1. Imaturitas
otak dan termoregulator
2. Demam,
dimana kebutuhan oksigen meningkat
3. Predisposisi
genetik; >7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan) (2).
D.
Epidemiologi
Kejang
demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun (4).
E.
Patofisiologi
Belum
jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetic (4).
F.
Diagnosis
1. Anamnesis
-
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran,
dan lama kejang
-
Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam
24 jam, interval, keadaan anak paska kejang, penyebab di luar infeksi susunan
saraf pusat (gejala infeksi saluran nafas akut/ ISPA, infeksi saluran
kemih/ISK, otitis media akut/OMA, dll)
-
Riwayat perkembangan, riwayat kejang
demam, dan epilepsi dalam keluarga
-
Singkirkan penyebab kejang yang lain
(misalnya diare/muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang
mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)
(2).
2. Pemeriksaan
Fisik
-
Kesadaran: apakah terdapat penurunan
kesadaran?, suhu tubuh: apakah terdapat demam?
-
Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk,
Brudzinski I dan II, Kernique, Laseque
-
Pemeriksaan nerus kranial
-
Tanda peningkatan tekanan intrakranial:
Ubun-ubun besar menonjol (UUB), pupil edema
-
Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA,
dll
-
Pemeriksaan neurologis: Tonus, motorik,
reflek fisiologis, dan reflek patologis (2).
3. Pemeriksaan
Penunjang
-
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai
indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi: darah
perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah, urin atau
feses
-
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan
untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan
atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
a. Bayi
kurang dari 12 bulan: sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi
antara 12-18 bulan: dianjurkan
c. Bayi
> 18 bulan: tidak rutin dilakukan
Bila
yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal (1).
4. Pemeriksaan
Elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal (2).
5. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
structural di otak (mikrosefali, spasitisitas)
b. Paresis
nervus VI
c. Papiledema
(1).
G.
Diagnosis
Banding
-
Meningitis
-
Ensefalitis
-
Abses Otak (4).
H.
Tatalaksana
Pengobatan
medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada algoritme tatalaksana kejang. Saat
ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
-
Antipiretik
Paracetamol 10-15mg/kgbb/kali
diberikan 4 kali dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10mg/kgbb/kali,
3-4 kali sehari
-
Anti Kejang
Diazepam oral dengan
dosis 0,3mg/kgbb setiap 8 jam atau diazepam rektal dosis 0,5mg/kgbb setiap 8
jam pada saat suhu tubuh > 38,5oC. terdapat efek samping berupa
ataksis, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus
-
Pengobatan Jangka Panjang atau rumatan
Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut:
a. Kejang
lama >15 menit
b. Kelainan
neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis, paresis Todd,
serebral palsi, retardasi mental, hidosefalus
c. Kejang
fokal
Pengobatan
jangka panjang dipertimbangkan jika:
a. Kejang
berulang 2 kali/ lebih dalam 24 jam
b. Kejang
demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
c. Kejang
demam ≥ 4 kali per tahun
Obat
untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi
1-2 dosis) atau asam valproate (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis)
pemberian obat ini efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejan, kemudian diberikan secara
bertahap selama 1-2 bulan (2).
I.
Indikasi
Rawat Inap
-
Kejang
demam kompleks
-
Hiperpireksia
-
Usia
dibawah 6 bulan
-
Kejang
demam pertama kali
-
Terdapat
kelainan neurologis (2).
J.
Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada
sebagian kasus. Faktor resiko berulangya kejang demam, sebagai berikut:
-
Riwayat
kejang demam dalam keluarga
-
Usia
kurang dari 12 bulan
-
Temperature
yang rendah pada saat kejang
-
Terdapat
kelainan neurologis (2).
K.
Prognosis
Prognosis
kejang demam apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
1. Kejang
Demam Berulang
2. Epilepsi
3. Kelainan
Motorik
4. Gangguan
Mental dan Belajar (4).
L.
Edukasi
Pada Orang Tua
Kejang
merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan
tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Memberikan
pengertian mengenai kejang demam
2. Meyakinkan
orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik
3. Memberitahukan
cara penanganan kejang
4. Memberikan
informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
5. Pemberian
obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus
diingat adanya efek samping obat (3)
6. Menyuruh
orang tua untuk melakukan vaksinasi.
Edukasi
pada orang tua mengenai beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kembali
kejang, yaitu:
1. Tetap
tenang dan tidak panic
2. Longgarkan
pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3. Bila
anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan (yang
sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut
4. Ukur
suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang
5. Tetap
bersama anak selama dan sesudah kejang
6. Berikan
diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu
kali oleh orangtua
7. Bawa
ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam
rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan
(3).
Daftar Pustaka
1. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta; Badan
Penerbit Ikatan Dokter Aanak Indonesia.
2006. p. 1-13.
2. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. 2009. p. 150-152.
3. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta; Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. p. 1-13.
4. BAG/SMF
ILMU KESEHATAN ANAK. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Surabaya; Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008. p. 56-58.